Guru
menjadi salah satu bagian terpenting dalam hidup kita. Guru tidak semata-mata
seseorang yang setiap hari mengajarkan anak-anak muridnya di depan kelas.
Menghadapi kenakalan anak-anak dengan penuh kesabaran dan berusaha mendidik
anak-anak muridnya agar kelak menjadi orang yang sukses dan berguna bagi
bangsanya.
Guru adalah pahlawan tanpa tanda
jasa.
Setidaknya,
seorang guru tak akan meminta kembali ilmu yang sudah diberikan pada kita.
Betul? entah sudah berapa juta anak yang sudah dibekali ilmu oleh seorang guru.
Presiden tak akan bisa memimpin negara tanpa andil seorang guru. Astronot tak
akan menginjakkan kaki di bulan tanpa jasa guru, bahkan aku tak bisa mengetik
artikel ini tanpa jasa guru.
Guru tidak hanya seseorang yang
berdiri dan mengajar di depan kelas.
Ketika
kita lahir, ibu adalah guru pertama yang kita kenal. Bagiku, semua ibu yang ada
di dunia adalah guru. Ibu yang mengajarkanku berbicara, berjalan, berlari,
membaca, menulis, menggambar dan masih banyak lagi pelajaran hidup yang
diberikan oleh seorang ibu. Ya, ibu juga seorang guru. Guru bagi anak-anaknya.
Meskipun ia tidak mengajar di depan kelas.
Pengalaman adalah guru yang
berharga.
Ketika
aku masih kecil, aku belajar mengaji di TPA. Hingga pada saatnya aku jadi bocah
kecil petualang karena harus ikut orang tua yang pindah kerja. Guru mengaji
terus berganti, tanpa lelah mengajariku mengaji. Hingga suatu hari, aku suka
iseng ikut lomba mengaji dan piala pertama yang terpajang di kamarku adalah
piala dari lomba mengaji anak-anak. Pengalaman yang lebih mendebarkan pun
kualami ketika mengikuti lomba mengaji dengan taraf yang lebih tinggi.
Membuatku bisa berkeliling kota. Ya, begitu besar jasa guru-guru mengajiku.
Pengalamanku pun ikut menjadi guru bagiku karena tak hanya sampai disitu saja
aku belajar.
Kehidupan asrama dengan sejuta guru
di dalamnya.
Hidup
di asrama membuatku mengerti apa artinya mandiri, apa artinya jangan selalu
bergantung pada orang lain, apa artinya tidak lagi manja seperti di rumah
sendiri. Satu asrama dengan beberapa teman sebaya, bapak-bapak, ibu-ibu,
kakak-kakak dan kakek-kakek membuatku memiliki keluarga baru sekaligus guru
baru. Ya, lagi-lagi aku dipertemukan dengan seorang guru. Mereka bukanlah guru
yang mengajar di kelas, mereka orang-orang hebat yang telah mengajariku banyak
hal.
Jangan cengeng, jangan manja,
belajarlah mandiri!
Tanpa
kita sadari, pelajaran berhitung yang diajarkan oleh ibu bapak guru di sekolah,
telah kita serap dan kembali kita ajarkan pada adik-adik kita. Sesuatu yang
sederhana, meski hanya 1 + 1 tetapi itu tetaplah ilmu yang pahalanya akan terus
dan terus mengalir meski telah meninggal dunia. Senyum sang guru pun akan
terukir manakala melihat anak-anak didiknya tak lagi menangis di sekolah ketika
ditinggal pulang ibunya, tidak lagi jadi anak manja yang selalu ingin ditemani
ibunya ketika masuk sekolah, menjadi pribadi yang mandiri, minimal bisa makan
sendiri (hehe).
Alam pun turut mengajarkan.....
Manusia
pun banyak belajar dari alam. Bagiku, alam adalah guru yang paling menyeramkan
jikalau marah. Pengalamanku saat dimarahi guru, emmm...banyak. Saat buku
catatanku diperiksa, ada kesalahan penulisan singkatan. Sosial Budaya jika
disingkat jadi SOSBUD, tapi di catatanku kutulis SOSBUT, jadinya Sosial Butaya
dong haha. Lalu ketika buku catatanku dilempar karena tak lengkap, mengenaskan.
Lalu ketika aku terus menghadap ke belakang saat sedang mencatat, itu karena
mataku rabun, gak bisa lihat tulisan di papan tulis, jadi lihat catatan teman
di belakang hehe. Dan masih banyak lagi. Di balik itu semua, aku tetap sayang
guru-guruku. Marah berarti sayang, kan, ya?
Bagaimana kalau alam yang marah?
Banjir,
tsunami, gempa bumi, tanah longsor. Ketika manusia tak lagi bersahabat dengan
alam, maka alam pun berbicara bahwa ia marah. Marah karena merasa tak dianggap
padahal sama-sama ciptaan Tuhan. Ya, alam pun mengajarkan bahwa kita sama-sama
ciptaan Tuhan lho, jadi marilah kita bersahabat dengan alam, dengan begitu
kemarahan alam pun bisa dibendung.
Indonesia Berkibar, Indonesia
Merdeka
Di
tengah huru-hara pergantian kurikulum SD dan masih buruknya infrastruktur
pendidikan di beberapa daerah, program Indonesia Berkibar memang membawa angin
segar bagi Pendidikan Indonesia. Kualitas guru ditingkatkan, memperbaiki
kepemimpinan sekolah, tata kelola sekolah sehingga diharapkan ke depannya,
setiap sekolah akan memiliki kualitas lebih baik dari segi pengajar, organisasi
dan fasilitas sekolah.
Guruku Pahlawanku.
Dahulu,
kita mengenal sosok pahlawan adalah sebagai orang yang membela negara,
berperang mengorbankan nyawa demi bangsa. Tapi saat ini, di tengah problematika
negara yang terus-menerus bergulir tiada henti, sosok pahlawan yang diidamkan
setiap orang pun menjadi pudar. Guru menjadi salah satu sosok pahlawan nyata
yang jelas sekali membela bangsa. Meski harus melewati medan yang sulit demi
membagi ilmunya, meski dengan fasilitas belajar seadanya, bahkan mungkin saja
tak memikirkan soal upah yang diterima. Semangat yang berkobar-kobar seolah tak
pernah sirna dari sosk seorang guru. Aku begitu menghormati dan bangga bisa
bersekolah sehingga mengenal berbagai macam tipe guru, dilihat dari cara
mengajarnya, caranya berbicara, caranya menghadapi anak-anak didiknya, caranya
memberikan trik-trik berhitung cepat, caranya memarahi anak-anak didiknya yang
nakal, caranya tersenyum bangga ketika anak didiknya juara kelas.
Masihkah kita ragu untuk memberikan
gelar pahlawan bagi guru-guru kita? bagi seluruh guru yang ada di Indonesia
bahkan di dunia?
Semoga ilmu yang kita terima dari
guru-guru kita dapat bermanfaat bagi bangsa, amin.